
PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mencatatkan kinerja kurang menggembirakan dengan penurunan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebanyak 78,55% dalam sembilan bulan 2024 menjadi US$ 51,1 juta, dibanding periode sama tahun lalu US$ 238,27 juta. Anjloknya laba bersih Vale Indonesia sejalan dengan penurunan penjualan sebesar 24,45% dari US$ 937,89 juta menjadi US$ 708,56 juta.
Manajemen Vale Indonesia dalam siaran persnya, Rabu (30/10/2024) mengungkapkan, rendahnya penjualan disebabkan pelemahan harga komoditas nikel hingga 29%. “Harga realisasi rata-rata sebesar US$ 13.262 per ton untuk periode sembilan bulan, yang mencerminkan penurunan 29% dibanding harga realisasi rata-rata sembilan bulan 2023 yang sebesar US$ 18.596 per ton,” ujar manajemen Vale.

Padahal, volume penjualan nikel emiten berkode saham INCO tersebut mengalami peningkatan 5,93% menjadi 53.429 ton pada Januari-September 2024 dibanding periode sama tahun lalu 50.435 ton. Kenaikan penjualan itu tidak lepas dari bertambahnya produksi nikel INCO dari 51.644 ton menjadi 52.783 ton.
“Produksi Vale pada kuartal III-2024 dan periode sembilan bulan 2024 menunjukkan kinerja positif, mencapai total 18.008 ton yang merupakan peningkatan 9% dibanding kuartal sebelumnya, dan 52.783 ton atau naik 9% secara tahunan. Hasil positif ini dapat dikaitkan dengan peningkatan rata-rata kadar bijih nikel dari operasi penambangan kami yang mencapai 1,79% (+4% dibandingkan dengan kuartal II-2024) serta didukung oleh peningkatan output kalsin yang dihasilkan dari prioritas ulang lingkup pekerjaan dan optimalisasi waktu perawatan di fasilitas pengolahan kami,” ungkap manajemen Vale Indonesia (INCO).
Terkait produksi nikel matte di operasi Sorowako, manajemen INCO mengaku optimsitis dapat mencapai target sekitar 70.800 ton pada akhir tahun 2024. “Kami juga bermaksud untuk melakukan penjualan perdana bijih pada kuartal keempat tahun ini, dengan tunduk pada persetujuan revisi RKAB,” ujar mereka.
INCO juga melaporkan EBITDA sebesar US$ 46,9 juta untuk kuartal ketiga tahun 2024, turun dari US$ 72,4 juta pada kuartal kedua. Penurunan ini terutama disebabkan oleh harga realisasi nikel matte yang lebih rendah dan juga efek satu kali dari pemeliharaan fasilitas penggilingan batu bara di bulan September, yang menyebabkan konsumsi HSFO lebih tinggi untuk menggantikan penggunaan batu bara.

Selain itu, setelah terbitnya Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), INCO mulai mengakumulasi kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam bentuk pembagian 10% dari laba bersih, dengan total US$ 3,6 juta untuk periode kuartal III-2024. Namun, pemenuhan kewajiban ini masih menunggu konfirmasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Setelah divestasi selesai pada bulan Juni, INCO tengah melaksanakan proses pemisahan dari Vale Base Metal, yang melibatkan biaya satu kali. “Namun, kami melakukan transisi secara menyeluruh untuk memastikan proses berjalan lancar dan efisien. Selain itu, kami terus berupaya meningkatkan daya saing operasi Sorowako dengan biaya tunai per unit pendapatan yang tetap kompetitif pada US$ 9.536 per ton pada sembilan bulan 2024,” kata manajemen.
Pada 30 September 2024, kas dan setara kas INCO mencapai US$ 771,2 juta, turun dari US$ 832,1 juta di 30 Juni 2024. Dan sepanjang kuartal III-2024, perseroan telah menginvestasikan US$ 82,4 juta untuk belanja modal, meningkat dari US$ 61,0 juta di kuartal kedua. Peningkatan ini terutama ditujukan untuk proyek-proyek pertumbuhan untuk pengembangan tambang di masa mendatang.
Sumber : Investor.id