Harga minyak dunia jatuh 2% lebih pada perdagangan Selasa (26/8/2025), menghapus penguatan sehari sebelumnya. Tekanan datang dari kekhawatiran investor atas perkembangan tarif Amerika Serikat (AS). Ditambah lagi, konflik Rusia dan Ukraina, serta potensi gangguan pasokan energi Rusia.

Dikutip dari Reuters, harga minyak Brent jatuh US$ 1,58 (2,3%) menjadi US$ 67,22 per barel, setelah sehari sebelumnya menyentuh level tertinggi sejak awal Agustus. Sementara harga minyak West Texas Intermediate (WTI) melemah US$ 1,55 (2,4%) ke US$ 63,25 per barel.

“Dengan ketidakpastian besar di pasar minyak akibat perang Ukraina dan isu tarif, investor enggan mengambil posisi jangka panjang,” ujar analis PVM Oil Associates Tamas Varga sembari menambahkan, harga Brent berpotensi terjebak dalam kisaran perdagangan US$ 65–74 dalam waktu dekat.

Kenaikan harga pada awal pekan lalu dipicu oleh risiko pasokan, setelah serangan Ukraina terhadap infrastruktur energi Rusia memicu kemungkinan sanksi baru dari AS. Serangan tersebut mengganggu operasi kilang dan ekspor Rusia, sekaligus memicu kelangkaan bensin di sejumlah wilayah.

Tiga sumber Reuters menyebutkan, Rusia justru merevisi naik rencana ekspor minyak mentah dari pelabuhan barat sebesar 200 ribu barel per hari pada Agustus. Hal ini terjadi setelah serangan drone Ukraina membuat kapasitas kilang berkurang, sehingga lebih banyak minyak mentah bisa dialihkan ke ekspor.

Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump kembali mengancam akan menjatuhkan sanksi tambahan pada Rusia jika dalam dua pekan tidak ada kemajuan menuju kesepakatan damai. Namun, sumber lain menyebutkan bahwa pejabat AS dan Rusia juga membicarakan beberapa kesepakatan energi di sela-sela perundingan perdamaian bulan ini.

Pasar juga menyoroti potensi kenaikan tarif AS terhadap India hingga 50%, salah satu yang tertinggi pernah diterapkan Washington.

“Kemungkinan kenaikan tarif AS terhadap India bisa terjadi secepatnya besok. Hal ini akan semakin membatasi arus ekspor Rusia yang sudah terganggu akibat serangan Ukraina,” tulis analis Ritterbusch and Associates.

Sumber: investor.id