
Pasar keuangan Indonesia akan kembali dibuka esok hari, Kamis (2/1/2025) setelah libur tahun baru. Para pelaku pasar harus pegangan yang erat sebab akan ada sentimen genting yang berpotensi mengguncang pasar pada dua hari perdagangan awal 2025. Pada hari pertama perdagangan, akan rilis data laju Indeks Harga Konsumen (IHK) atau inflasi dan PMI manufaktur.
Kedua indikator makro tersebut erat dengan daya beli masyarakat, sehingga informasi inflasi dan aktivitas manufaktur berpotensi menjadi penggerak pasar. Jangan lupakan reaksi pasar di hari pertama 12%.
Para pelaku pasar tentunya memiliki harapan pasar saham dan nilai tukar rupiah kembali bertaji setelah babak belur pada 2024. Pasar saham dan mata uang Garuda menghadapi tahun yang penuh risiko dan volatilitas. Akibatnya banyak investor yang minggat dari pasar keuangan RI dan membuat pasar keuangan mengalami kecenderungan penurunan posisi.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), indeks utama pasar saham Indonesia, menutup 2024 dengan kinerja negatif. IHSG ambles 2,65% pada 2024. Kinerja ini merupakan yang terburuk sejak 2020, di mana saat itu ada Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Adapun faktor terbesar yang membuat IHSG melemah pada 2024 adalah keluarnya dana asing di pasar reguler.
Sepanjang 2024, di pasar reguler sayangnya asing masih mencatatkan outflow cukup besar yakni mencapai Rp28,72 triliun. Namun di pasar tunai dan negosiasi, jumlahnya cenderung lebih besar yakni mencapai Rp44,7 triliun. Sehingga jika dijumlah, asing mencatatkan inflow sebesar Rp15,98 triliun. Indeks utama saham tersebut sempat melesat ke level 7.900-an sekaligus mencatatkan rekor posisi tertinggi sepanjang sejarah.
Pada September 2024, tepatnya di 20 September 2024, IHSG untuk pertama kalinya berhasil menyentuh 7.905,39. Sayangnya, setelah mencetak rekor harga tertinggi, IHSG malah masuk ke dalam tren bearish akibat ketidakpastian dunia berupa ketegangan geopolitik, pergantian kekuasaan, suku bunga, dan inflasi. Jelang akhir tahun, dana asing yang keluar dari pasar saham Indonesia.
Berdasarkan data RTI, nilai dana asing yang pergi dari Indonesia senilai Rp9 triliun di pasar reguler dan 8,32 triliun di semua pasar sepanjang Desember 2024.
Asing yang ‘kabur’ dari pasar saham RI menjelang akhir tahun tampaknya disebabkan karena pasar saham luar negeri, terutama di Amerika Serikat (AS) lebih menarik ketimbang di pasar saham RI.Hal ini terjadi setelah Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS berikutnya.
Secara historis, di periode pemerintahan Trump 2018-2019, kinerja IHSG juga tak sebagus dua tahun sebelumnya yakni 2016 dan 2017. Historis ini seakan cenderung kembali terulang di 2024. Padahal, kondisi saat ini Trump belum resmi menjabat sebagai Presiden AS berikutnya.Trump berencana membuat kebijakan yang akan menguntungkan warga AS sendiri, membuat pasar keuangan AS kembali semakin menarik.
Alhasil, asing di pasar keuangan RI pun bakal kembali melirik pasar keuangan Amerika Serikat (AS). Kebijakan Trump dikhawatirkan ikut berdampak besar ke Asia, termasuk ke Indonesia, karena biasanya asing akan kembali tertarik ke pasar saham AS ketika kebijakan pemerintahannya lebih ramah bagi masyarakat. Nasib pasar saham Indonesia yang menutup 2024 di teritori negatif juga dialami oleh rupiah. Pada penutupan perdagangan rupiah menguat hingga 0,62% ke level Rp16,130/US$ pada 31/12/2024).
Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi hingga sentuh level Rp16.115/US$ dan terjauh di posisi Rp16,170/US$. Dalam perjalannya rupiah sempat mengalami posisi terkuat yakni pada 25 September 2024 di angka Rp15.095/US$. Sementara rupiah juga pernah anjlok hingga menyentuh level terburuknya di tahun ini yakni pada 21 Juni 2024 di angka Rp16.445/US$.
Kondisi pasar saham Amerika Serikat cemerlang sepanjang 2024 karena didorong oleh performa apik dari sektor teknologi. Pada akhir perdagangan Selasa kemarin (31/12/2024), S&P 500 turun 25,14 poin, atau 0,43%, dan ditutup pada level 5.881,80 poin, sementara Nasdaq Composite turun 175,99 poin, atau 0,90% ke posisi 19.310,79, Sementara, Dow Jones Industrial Average .DJI turun 28,46 poin, atau 0,07%, menjadi 42.545,27.
Indeks Nasdaq menjadi juara dengan melesat 30,79%, disusul indeks S&P 500 dengan lonjakan 24,01%, lalu Dow Jones Average Industrial Index menguat 12,80%. Nasdaq dan S&P 500 menandai kenaikan dua tahun terbaik indeks tersebut sejak 1997-1998. Wall Street menutup perdagangan 2024 dengan pergerakan tahunan yang luar biasa berkat efek perkembangan Artificial Intelligence (AI) dan dan pemangkasan suku bunga pertama oleh bank sentral AS The Federal Reserve atau The Fed dalam tiga setengah tahu.
Performa saolid indeks utama saham AS terjadi meskipun terjadi pertikaian geopolitik, pemilihan presiden AS, dan pergeseran spekulasi mengenai arah kebijakan Fed pada 2025.
Mengutip Reuters, Greg Bassuk, kepala eksekutif di AXS Investments di New York mengatakan “Tidak ada reli Sinterklas minggu ini, tetapi investor menerima hadiah berupa keuntungan pada 2024.
Pada 2024 merupakan tahun yang luar biasa untuk keuntungan ekuitas yang didorong oleh tiga faktor: ledakan AI, serangkaian pemotongan suku bunga Fed, dan ekonomi AS yang kuat,” lanjutnya. Hal ini menjadi landasan bagi kekuatan berkelanjutan menuju tahun 2025,” imbuh Bassuk.
Memandang 2025, para pelaku pasar sekarang memperkirakan The Fed akan memangkas 50 basis poin. Investor juga diperkirakan akan mencermati valuasi yang tinggi dan ketidakpastian seputar kebijakan pajak dan tarif dari pemerintahan Presiden terpilih Donald Trump.
“Investor harus berhati-hati terhadap dampak pemerintahan Trump yang akan datang dan bagaimana hal itu memengaruhi sektor-sektor tertentu,” tegas Bassuk.
“ketidakstabilan yang didorong oleh geopolitik, khususnya perang Rusia/Ukraina dan pertikaian yang terus berlanjut di Timur Tengah dapat memicu kekhawatiran di perusahaan-perusahaan dan sektor-sektor yang memiliki hubungan dengan wilayah-wilayah yang terkena dampak,” tambahnya.
Meski begitu, Bassuk meyakini boom AI masih memiliki ruang untuk tumbuh.”Valuasi telah menjadi tinggi di tengah kenaikan saham, tetapi karena kami percaya bahwa pertumbuhan AI akan terus berlanjut dan bergerak melampaui perangkat keras ke perangkat lunak secara besar-besaran di sebagian besar sektor,” pungkas Bassuk.
Sumber : CNBC INDONESIA
Indeks Nasdaq menjadi juara dengan melesat 30,79%, disusul indeks S&P 500 dengan lonjakan 24,01%, lalu Dow Jones Average Industrial Index menguat 12,80%. Nasdaq dan S&P 500 menandai kenaikan dua tahun terbaik indeks tersebut sejak 1997-1998.