Insentif likuiditas makroprudensial Bank Indonesia ke perumahan dinaikkan bertahap dari Rp 23 triliun menjadi Rp 80 triliun, atau 3,5 kali lipat. Hal ini merupakan bagian dari kebijakan makroprudensial Bank Indonesia, yang terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi RI berkelanjutan.

Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) ditingkatkan, untuk lebih mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, sejalan dengan program Asta Cita pemerintah. Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dengan memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Bulan Februari 2025, di Kantor BI, Jakarta, Rabu (19/02/2025).

Ia menjelaskan, bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran diarahkan untuk menjaga stabilitas, dalam rangka memperkuat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Hal tersebut didukung dengan langkah-langkah kebijakan dengan rincian sebagai berikut :

A. Penguatan strategi operasi moneter pro-market untuk memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter, mempercepat pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing (valas), serta mendorong aliran masuk modal asing, dengan:

1. Mengoptimalkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) sebagai instrumen moneter pro-market.

2. Menjaga struktur suku bunga instrumen moneter untuk tetap menarik aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik.

3. Memperkuat strategi transaksi term-repo dan swap valas.

4. Memperkuat peran Primary Dealer (PD) untuk meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar.

B. Penguatan strategi stabilisasi nilai tukar rupiah yang sesuai dengan fundamental, melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

C. Perluasan instrumen penempatan dan pemanfaatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA), untuk mendukung pelaksanaan kebijakan kewajiban penyimpanan DHE SDA di dalam negeri sesuai PP No 8 Tahun 2025. Ini meliputi:

1. Penempatan di instrumen Term Deposit (TD) valas DHE hingga tenor 12 bulan.

2. Penempatan di instrumen SVBI dan SUVBI hingga tenor 12 bulan.

3. Pemanfaatan melalui: Pengalihan TD Valas DHE menjadi FX Swap; FX Swap lindung nilai dengan underlying TD Valas DHE; TD Valas DHE, SVBI, dan SUVBI dapat dijadikan agunan kredit rupiah dari bank.

D. Peningkatan insentif Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), dari paling besar 4% menjadi paling besar 5% dari dana pihak ketiga (DPK) bank. Ini di antaranya, besaran insentif KLM pada sektor perumahan, termasuk perumahan rakyat, dinaikkan secara bertahap dari Rp 23 triliun menjadi sekitar Rp 80 triliun, untuk mendukung program Asta Cita pemerintah di bidang perumahan, yang berlaku mulai 1 April 2025.

E. Penguatan publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit, berdasarkan sektor prioritas yang menjadi cakupan KLM.

F. Perluasan akseptasi digital sebagai komitmen BI mendukung penyediaan layanan umum pemerintah kepada masyarakat melalui kebijakan skema harga QRIS untuk kriteria merchant Badan Layanan Umum (BLU) dan Public Service Obligation (PSO), dari 0,4% menjadi 0%. Ini akan berlaku mulai 14 Maret 2025, bersamaan dengan launching QRIS Tap (tanpa pindai).

G. Penguatan dan perluasan kerja sama internasional di area kebanksentralan, termasuk konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal.

Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi, sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah. Koordinasi dilakukan dalam tujuh area kebijakan,” paparnya.

Area ini mencakup (i) kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dalam memitigasi gejolak global; (ii) koordinasi kebijakan moneter dan fiskal; (iii) upaya mendorong pembiayaan ekonomi melalui KLM; (iv) dukungan dalam mengakselerasi transformasi digital pemerintah; (v) upaya memperkuat hilirisasi dan ketahanan pangan, (vi) dukungan dalam mendorong pengembangan ekonomi hijau, syariah, dan inklusi; serta (vii) dukungan dalam pembangunan sumber daya manusia.

Selain itu, Bank Indonesia terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan,” tuturnya.

Sumber : Investortrust.id