
PT Trimegah Bangun Persada (TBP) Tbk (NCKL) atau Harita Nickel membidik produksi nikel dari dua smelter berteknologi rotary kiln electric furnace (RKEF) miliknya yang sudah beroperasi, Megah Surya Pertiwi (MSP) dan Halmahera Jaya Feronikel (HJF), mencapai 120.000 ton kandungan nikel dalam feronikel.

Head of Investor Relations Harita Nickel Lukito Gozali menyampaikan, sebagai perusahaan pertambangan dan pemrosesan nikel terintegrasi berkelanjutan yang beroperasi di Pulau Obi, Maluku Utara, Harita Nickel memiliki dua tambang nikel yang sudah beroperasi.
Kedua tambang itu adalah TBP dan tambang nikel yang dioperasikan anak usaha, PT Gane Tambang Sentosa (GTS). TBP dan GTS berperan untuk menyuplai kebutuhan bijih nikel ke smelter RKEF dan refinery High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang dimiliki NCKL.
Namun, khusus untuk bijih nikel dengan kadar tinggi atau saprolite, Lukito menuturkan, Harita Nickel akan memasoknya ke MSP dan HJF. “Kami targetkan produksi (MSP dan HJF) pada 2024 sebesar 120.000 ton kandungan nikel dalam feronikel,” ungkap Lukito kepada Investor Daily dikutip, Senin (21/10/2024).
Sementara untuk bijih nikel kadar rendah atau limonit, Lukito menambahkan, NCKL akan menyuplainya untuk dua refinery HPAL yang sudah beroperasi yaitu Halmahera Persada Lygend (HPL) dan Obi Nickel Cobalt (ONC) dengan target produksi 80.000 – 85.000 ton kandungan nikel dalam MHP pada tahun ini.
Target tersebut sejalan dengan bertambahnya kapasitas produksi ONC yang sudah mencapai kapasitas penuh pada Agustus 2024, sehingga target produksi NCKL untuk nikel dalam Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) pun mencapai 80.000 – 85.000 ton tahun ini.

Bahkan, untuk produk nikel MHP, Lukito bilang, perseroan bisa mengonversinya menjadi Nickel Sulfate dan Cobalt Sulfate—produk turunan nikel. “Kami berkomitmen, akan terus melakukan produksi sesuai kapasitas terpasang. Sampai semester I-2024, hasil produksi kami, masih berada di atas kapasitas terpasang yang ada,” ujarnya.
Sebagai informasi, HPL yang merupakan refinery HPAL milik NCKL, mempunyai kapasitas produksi sebesar 55.000 ton kandungan nikel dalam MHP per tahun. Sedangkan, ONC memiliki kapasitas produksi sebesar 65.000 ton kandungan nikel dalam MHP per tahun.
Harga Nikel
Terkait harga nikel yang berfluktuasi, Lukito menerangkan, bahwa produk komoditas ini memang memiliki harga yang cukup naik turun dari waktu ke waktu dipengaruhi oleh faktor supply dan demand serta jumlah stok yang terdapat di pasar dunia.
“Untuk saprolit atau bijih nikel kadar tinggi dengan produk turunan berupa feronikel, kebutuhan akan stainless steel masih dibutuhkan banyak sektor seperti otomotif hingga peralatan rumah tangga,” terangnya.
Sementara limonit alias bijih nikel kadar rendah dengan produk turunan MHP, nikel sulfat, dan kobalt sulfat yang bilamana diproses lebih lanjut menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik, masih berpeluang besar untuk bertumbuh.
Menurut Lukito, pertumbuhan tersebut didorong oleh peningkatan kesadaran secara global untuk menggunakan kendaraan yang ramah lingkungan seperti kendaran listrik.

“Kami berharap, pergerakan harga nikel sampai akhir tahun tidak akan se-fluktuatif di 2023. Kami juga berharap, dengan membaiknya kondisi ekonomi global di ini akan mampu mendorong pertumbuhan permintaan produk turunan nikel (stainless steel dan baterai kendaraan listrik) dan meningkatkan prospek industri nikel secara keseluruhan,” tutur Lukito.
Tidak sampai di situ, emiten dengan sandi saham NCKL tersebut juga berharap, pemerintah baru di bawah arahan Presiden Prabowo Subianto dapat melanjutkan program hilirisasi untuk kemajuan ekonomi Indonesia.
Pasalnya, hilirisasi merupakan langkah tepat karena menghasilkan nilai tambah yang dapat menggenjot devisa ekspor nikel yang naik signifikan. “Di 2023, devisa ekspor nikel telah mencapai sekitar US$ 34 miliar dibandingkan di 2017 yang hanya sekitar US$ 4 miliar,” tutup Lukio.
Sumber : INVESTOR.ID