
Harga minyak mendidih pada Kamis (20/2/2025), mencatat kenaikan selama tiga hari berturut-turut. Hal itu didorong oleh dua sentimen, yaitu penurunan stok bensin dan distilat di Amerika Serikat (AS), serta kekhawatiran terhadap gangguan pasokan dari Rusia.
Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent naik 44 sen (0,58%) menjadi US$ 76,48 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Maret naik 32 sen atau 0,44% ke US$ 72,57 per barel. Sedangkan Kontrak WTI April yang lebih aktif diperdagangkan menguat 0,35% menjadi US$ 72,50 per barel.
Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan, stok minyak mentah AS meningkat lebih besar dari perkiraan, sementara stok bahan bakar mengalami penurunan karena pemeliharaan musiman di kilang yang menyebabkan penurunan produksi.

“Kenaikan stok minyak mentah sedikit lebih besar dari yang diperkirakan, tetapi ada penurunan moderat pada bensin dan penurunan yang lebih besar pada distilat, sehingga total persediaan tetap stabil,” kata Giovanni Staunovo, analis UBS.
Ketegangan geopolitik turut mempengaruhi harga minyak. Rusia dan AS mengadakan pertemuan pertama sejak pecahnya perang Ukraina untuk membahas pemulihan hubungan dan kemungkinan solusi konflik. Namun, gangguan pasokan minyak dari Rusia tetap menjadi faktor yang mendukung kenaikan harga.
Menteri Energi Ukraina, German Galushchenko, mengatakan bahwa Rusia menyerang infrastruktur gas Ukraina dan merusak fasilitas produksi gas pada Rabu malam (19/2/2025). Selain itu, Rusia melaporkan bahwa aliran minyak melalui Konsorsium Pipa Kaspia (Caspian Pipeline Consortium), yang menjadi jalur utama ekspor minyak mentah dari Kazakhstan, berkurang 30%-40% pada Selasa (18/2) setelah serangan drone Ukraina terhadap stasiun pompa.
Pasokan Minyak
Di sisi lain, kemungkinan dimulainya kembali pasokan minyak dari wilayah Kurdistan, Irak, menyeimbangkan risiko pasokan. Turki, yang mengelola Pelabuhan Ceyhan sebagai titik ekspor minyak dari Kurdistan, masih menunggu konfirmasi dari Irak terkait kelanjutan ekspor minyak tersebut. Menurut analis ING, jika pasokan minyak dari Irak kembali normal, hal itu dapat menambah 300 ribu barel per hari ke pasar.
Kebijakan tarif yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump berpotensi menekan harga minyak dengan meningkatkan biaya barang konsumsi, yang dapat melemahkan ekonomi global dan mengurangi permintaan bahan bakar. Kekhawatiran terhadap permintaan minyak di Eropa dan China juga turut membatasi kenaikan harga.
“Wajar jika ada kekhawatiran terhadap prospek ekonomi global saat Donald Trump mengambil langkah besar dengan menerapkan tarif 25% pada impor mobil ke AS,” kata Kepala Analis Komoditas di SEB Bjarne Schieldrop.
Sumber : INVESTOR.ID