HOUSTON — Harga minyak jeblok lebih dari 7% pada Senin (23/6/2025), kehilangan lebih dari US$ 5 per barel. Setelah Iran memilih menyerang pangkalan militer AS di Qatar alih-alih mengganggu lalu lintas kapal tanker minyak dan gas di Selat Hormuz.

Dikutip dari Reuters, serangan tersebut merupakan balasan atas serangan udara AS ke fasilitas nuklir utama Iran.

Harga minyak Brent ditutup turun US$ 5,53 (7,2%) ke level US$ 71,48 per barel. Sementara harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun ke US$ 68,51.

Penurunan 7,2% pada Brent merupakan yang terbesar sejak Agustus 2022, dengan rentang perdagangan harian mencapai US$ 10, terluas sejak Juli 2022. Kedua acuan tersebut turun hampir 9% dalam perdagangan setelah jam pasar reguler.

Mitra di Again Capital John Kilduff mengatakan, saat ini target utama Iran bukanlah pasokan minyak, melainkan instalasi militer AS atau sasaran sipil di Israel. “Aliran minyak kemungkinan besar tidak akan terganggu,” ujarnya.

Harga minyak sempat melonjak hampir 6% di awal sesi Asia karena kekhawatiran bahwa Iran akan menutup Selat Hormuz, jalur sempit di selatan Iran yang dilalui sekitar 20% pasokan minyak dunia. Namun kenyataannya, Iran hanya menargetkan Pangkalan Udara Al Udeid, instalasi militer terbesar milik AS di Timur Tengah.

Dua pejabat AS menyatakan kepada Reuters bahwa tidak ada korban jiwa dalam serangan itu.

Iran, produsen minyak mentah terbesar ketiga di OPEC, mengatakan serangan AS telah memperluas daftar target sah bagi militernya. Meski begitu, analis dari Energy Aspects menilai serangan yang dilakukan secara terbuka ke pangkalan yang dijaga ketat, dan tanpa korban, bisa menjadi langkah awal menuju penurunan ketegangan.

“Selama tidak ada tanda-tanda balasan tambahan dari Iran atau eskalasi dari Israel dan AS, premi risiko geopolitik pada harga minyak mungkin akan berkurang dalam beberapa hari mendatang,” tulis Energy Aspects.

Qatar Tidak Terganggu 

Sumber yang mengetahui langsung situasi di Qatar menyebut bahwa tidak ada gangguan terhadap pengiriman atau produksi QatarEnergy setelah serangan. Qatar adalah salah satu eksportir gas alam cair (LNG) terbesar dunia dan seluruh pengirimannya melewati Selat Hormuz. Sementara itu, tidak ada laporan serangan tambahan terhadap pangkalan militer AS lain di luar Qatar.

Namun, Irak melaporkan bahwa sejumlah perusahaan migas internasional seperti BP, TotalEnergies, dan Eni telah mengevakuasi sebagian staf mereka dari ladang minyak.

Data pelacakan kapal menunjukkan setidaknya dua kapal supertanker sempat berbalik arah di dekat Selat Hormuz setelah serangan AS ke Iran. Ketegangan yang telah berlangsung lebih dari seminggu menyebabkan sejumlah kapal mempercepat perjalanan, berhenti, atau mengubah rute.

Presiden AS Donald Trump menyatakan keinginannya agar harga minyak tetap rendah di tengah kekhawatiran pasar akan lonjakan harga akibat konflik Timur Tengah. Melalui platform Truth Social, Trump mendorong Departemen Energi AS untuk meningkatkan produksi dengan slogan “Drill, baby, drill” dan menambahkan, “Saya maksud sekarang juga.”

HSBC memperkirakan harga Brent bisa melonjak di atas US$ 80 per barel jika risiko penutupan Selat Hormuz meningkat. Namun, harga akan turun kembali apabila gangguan nyata terhadap pasokan tidak terjadi.

Sumber : investor.id