Harga kontrak Crude Palm Oil (CPO) di Bursa Malaysia Derivatives (BMD) ditutup melemah lagi pada Senin (29/9/2025), lanjutkan pelemahan dua hari beruntun. Pelemahan itu karena tertekan penurunan harga minyak kedelai.

Berdasarkan data BMD pada penutupan Senin (29/9/2025), kontrak berjangka CPO untuk Oktober 2025 turun 2 Ringgit Malaysia menjadi 4.319 Ringgit Malaysia per ton. Kontrak berjangka CPO November 2025 terpangkas 12 Ringgit Malaysia menjadi 4.355 Ringgit Malaysia per ton.

Sementara itu, kontrak berjangka CPO Desember 2025 turun 11 Ringgit Malaysia menjadi 4.385 Ringgit Malaysia per ton. Kontrak berjangka CPO Januari 2026 terpangkas 10 Ringgit Malaysia menjadi 4.410 Ringgit Malaysia per ton.

Sedangkan kontrak berjangka CPO Februari 2026 melemah 4 Ringgit Malaysia menjadi 4.416 Ringgit Malaysia per ton. Kontrak berjangka CPO Maret 2026 juga turun 8 Ringgit Malaysia menjadi 4.400 Ringgit Malaysia per ton.

Dikutip dari Trading View, harga CPO melanjutkan pelemahan dua sesi beruntun. Tekanan terutama datang dari turunnya harga minyak kedelai global, meski ekspektasi penurunan stok sawit dalam beberapa pekan kedepan menahan pelemahan lebih dalam.

“Pelemahan harga minyak kedelai menekan CPO. Namun, ekspektasi penurunan stok dalam beberapa minggu mendatang masih membatasi tekanan lebih lanjut,” kata trader dari Iceberg X Sdn Bhd, Kuala Lumpur, David Ng.

Badan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) dijadwalkan merilis data permintaan dan pasokan untuk September pada 10 Oktober 2025. Sementara itu, lembaga survei kargo diperkirakan mengumumkan estimasi penuh ekspor September pada Selasa (30/9/2025).

Di bursa komoditas, kontrak minyak kedelai paling aktif di Dalian turun 0,51%, sementara kontrak CPO di bursa yang sama melemah 0,35%. Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade juga terkoreksi 0,9%. Pergerakan harga CPO biasanya mengikuti pergerakan minyak nabati saingan karena bersaing di pasar global.

Dari pasar energi, harga minyak mentah dunia melemah setelah wilayah Kurdistan Irak kembali mengekspor minyak melalui Turki, ditambah rencana OPEC+ untuk menaikkan produksi mulai November. Kondisi ini membuat CPO menjadi kurang menarik sebagai bahan baku biodiesel.

Di sisi mata uang, ringgit Malaysia menguat 0,17% terhadap dolar AS, sehingga membuat harga CPO lebih mahal bagi pembeli dengan mata uang asing.

Permintaan global juga menjadi sorotan. India, sebagai importir minyak nabati terbesar dunia, diproyeksikan meningkatkan impor minyak nabati 2025/2026 sebesar 4,6% menjadi rekor 17,1 juta ton, dengan sebagian besar didorong oleh pembelian minyak sawit.

Menurut analis industri Dorab Mistry, tren ini akan memperkuat permintaan sawit dunia. Sementara itu, analis terkemuka Thomas Mielke memperkirakan harga CPO dan minyak kedelai global berpotensi naik US$ 100–150 per ton antara Januari–Juni 2026 seiring pasokan yang semakin ketat.

Sumber: investor.id