Harga minyak dunia melemah seiring dengan kekhawatiran pasar terhadap potensi surplus pasokan. Hal tersebut dipicu rencana OPEC+ untuk menaikkan produksi lebih besar bulan depan dan kembalinya ekspor minyak dari wilayah Kurdistan, Irak, melalui Turki.

Melansir Reuters pada Rabu (1/10/2025), harga minyak berjangka Brent untuk pengiriman November yang jatuh tempo Selasa turun 95 sen atau 1,4% menjadi US$67,02 per barel. Sementara kontrak Desember yang lebih aktif ditutup di level US$66,03 per barel. 

Adapun, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup melemah US$1,08 atau 1,7% ke posisi US$62,37 per barel.

Sehari sebelumnya, harga Brent dan WTI sama-sama merosot lebih dari 3%, menjadi penurunan harian terdalam sejak 1 Agustus.

Tiga sumber yang mengetahui pembahasan menyebutkan OPEC+ dalam pertemuan Minggu mendatang kemungkinan mempercepat kenaikan produksi November dari tambahan 137.000 barel per hari (bph) yang ditetapkan untuk Oktober. Langkah itu didorong oleh Arab Saudi yang berupaya merebut kembali pangsa pasar.

Delapan anggota OPEC+ dikabarkan tengah membahas rencana kenaikan produksi November sebesar 274.000–411.000 bph, atau dua hingga tiga kali lipat lebih besar dibandingkan Oktober. Bahkan, salah satu sumber menyebut peningkatan bisa mencapai 500.000 bph. Bloomberg sebelumnya juga melaporkan OPEC+ mempertimbangkan kenaikan sebesar itu.

Namun, OPEC melalui akun resmi di X membantah laporan media soal rencana kenaikan 500.000 bph, dengan menyebutnya tidak akurat dan menyesatkan.

“Strategi OPEC+ ini bisa menekan margin produsen shale oil AS yang berbiaya tinggi, sehingga berpotensi memaksa mereka memangkas produksi yang selama ini berada di rekor tertinggi,” ujar Analis StoneX Alex Hodes.

Sementara itu, Kementerian Minyak Irak menyatakan ekspor minyak dari wilayah semi-otonom Kurdistan telah kembali mengalir ke Turki melalui pipa pada Sabtu lalu, setelah terhenti lebih dari dua setengah tahun akibat kebuntuan yang kini terpecahkan lewat kesepakatan sementara.

“Tekanan terhadap harga minyak muncul karena ekspektasi OPEC+ akan mengembalikan pasokan tambahan ke pasar, ditambah dengan dimulainya kembali ekspor dari Kurdistan, sehingga surplus pasokan menekan harga,” kata Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates.

Dalam beberapa pekan terakhir, pasar masih berhati-hati menimbang risiko pasokan akibat serangan drone Ukraina terhadap kilang Rusia, dengan prospek kelebihan pasokan dan lemahnya permintaan global.

Di sisi geopolitik, Presiden AS Donald Trump berhasil mendapatkan dukungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu atas proposal perdamaian Gaza yang diusulkan AS. Meski demikian, sikap Hamas masih belum jelas.

Analis PVM Tamas Varga menyebut dalam skenario ideal, kesepakatan damai Gaza dapat memulihkan arus pelayaran melalui Terusan Suez, yang sekaligus mengurangi premi risiko geopolitik di pasar energi.

Di saat yang sama, potensi shutdown pemerintahan AS ikut menambah kekhawatiran permintaan energi, menurut catatan ANZ. Berdasarkan data Administrasi Informasi Energi (EIA) AS, produksi minyak mentah AS pada Juli mencapai rekor baru 13,64 juta bph, naik 109.000 bph dari rekor sebelumnya pada Juni.

Pasar kini menantikan rilis data stok minyak mingguan dari American Petroleum Institute (API) pada Selasa malam. Survei Reuters memperkirakan stok minyak mentah dan bensin meningkat, sementara stok distilat menurun.

Sumber: market.bisnis.com