NEW YORK – Harga minyak dunia anjlok sekitar 1% ke level terendah dalam delapan pekan pada perdagangan Rabu (6/8/2025). Setelah pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump soal kemajuan diplomatik dengan Rusia memicu ketidakpastian terkait sanksi baru terhadap Moskow.
Harga minyak Brent turun 75 sen (1,1%) ke US$ 66,89 per barel. Sedangkan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) AS turun 81 sen (1,2%) ke US$ 64,35 per barel. Kedua acuan tersebut mencatat penurunan lima hari berturut-turut, dengan Brent ditutup pada level terendah sejak 10 Juni dan WTI pada titik terendah sejak 5 Juni 2025.
Trump mengatakan, utusan khusus AS Steve Witkoff telah membuat ‘kemajuan besar’ dalam pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, di tengah persiapan Washington untuk memberlakukan sanksi sekunder tambahan pada Jumat mendatang.
“Semua pihak sepakat perang ini harus segera diakhiri, dan kami akan bekerja ke arah itu dalam beberapa hari dan minggu ke depan,” ujar Trump, tanpa merinci lebih lanjut.
Sebagai produsen minyak terbesar kedua di dunia setelah AS, setiap peluang kesepakatan yang dapat meringankan sanksi terhadap Rusia berpotensi membuka kembali keran ekspor minyak Moskow ke pasar global, sehingga membebani harga.
Sebelumnya pada hari yang sama, harga minyak sempat menguat tipis setelah Trump mengeluarkan perintah eksekutif untuk mengenakan tarif tambahan 25% terhadap barang-barang dari India, dengan alasan negara tersebut secara langsung maupun tidak langsung mengimpor minyak Rusia. Tarif ini akan mulai berlaku 21 hari setelah 7 Agustus.
India, bersama China, merupakan salah satu pembeli terbesar minyak Rusia. Namun, menurut Bob Yawger, Direktur Energi Futures di Mizuho, ketidakpastian terkait sanksi dan tenggat waktu Trump pada 8 Agustus masih membayangi pasar.
“Tarif yang diberlakukan 21 hari lagi, sembari Rusia mencoba merumuskan kesepakatan gencatan senjata menjelang deadline Presiden Trump, masih menyisakan banyak ketidakpastian,” ujarnya dalam catatan riset.
Peningkatan Pasokan OPEC+
Selain faktor geopolitik, pasar juga terbebani oleh rencana peningkatan pasokan dari OPEC+ dalam waktu dekat.
Dari sisi geopolitik Asia, Perdana Menteri India Narendra Modi dijadwalkan mengunjungi China untuk pertama kalinya dalam lebih dari tujuh tahun, menurut sumber pemerintah. Langkah ini dipandang sebagai sinyal mencairnya hubungan diplomatik dengan Beijing di tengah meningkatnya ketegangan dengan Washington.
Meski demikian, pasar sempat mendapat dukungan dari penurunan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan.
Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan bahwa stok minyak mentah turun 3 juta barel pada pekan yang berakhir 1 Agustus, jauh lebih besar dari estimasi analis dalam jajak pendapat Reuters sebesar 0,6 juta barel. Namun, angka ini masih lebih kecil dibanding data American Petroleum Institute (API) yang menyebut penurunan mencapai 4,2 juta barel.
Sumber : investor.id