
Teheran – Iran dikabarkan meminta Qatar, Arab Saudi, dan Oman untuk menekan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menggunakan pengaruhnya terhadap Israel untuk menyetujui gencatan senjata. Iran pun bersedia melakukan negosiasi nuklir lanjutan.
Seperti dilansir dari Reuters, Selasa (17/6/2025), dua sumber dari Iran serta tiga dari regional, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan para pemimpin Teluk dan diplomat utama mereka bekerja melalui telepon sepanjang akhir pekan, berbicara satu sama lain dengan Teheran, Washington, dan sekitarnya dalam upaya untuk mencegah meluasnya konfrontasi antara Israel dan Iran.
Negara-negara Teluk sangat khawatir konflik akan lepas kendali. Qatar, Oman, dan Arab Saudi semuanya telah meminta Washington untuk menekan Israel agar menyetujui gencatan senjata dan melanjutkan perundingan dengan Teheran menuju kesepakatan nuklir.
Teheran juga telah menghubungi Qatar dan Oman untuk memediasi kembalinya perundingan nuklir, tetapi bersikeras bahwa gencatan senjata dengan Israel harus dilakukan terlebih dahulu. Iran menjelaskan kepada Oman dan Qatar bahwa mereka tidak akan berunding saat diserang dan hanya akan memulai perundingan serius jika Israel bersedia menghentikan serangan.
Oman sebagai mediator, saat ini tengah sedang menyusun proposal gencatan senjata yang dirancang untuk memulai kembali perundingan antara AS dan Iran mengenai program nuklir Iran.
Lewat rancangan ini, Oman akan meminta Amerika menerima suspensi pengayaan nuklir pada Iran selama minimal 1-3 tahun, sambil mengizinkan inspeksi tegas oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Kesepakatan yang diusulkan ini bertujuan membangun kepercayaan, sehingga Iran dapat memperkaya uranium hingga kemurnian 3,67% serta memungkinkan konsorsium uranium internasional mengambil bagian dalam program Iran.
Kedua sumber Iran mengatakan bahwa Teheran juga telah meminta Turki untuk mengajukan banding kepada Trump. Pada sisi lain, Presiden Rusia Vladimir Putin telah setuju untuk berbicara baik kepada Trump, maupun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Hanya tidak jelas apakah Rusia akan memainkan peran diplomatik yang lebih luas.
Sumber : Beritasatu.com