Kementerian Keuangan menetapkan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas hasil tembakau (rokok) tetap sebesar 9,9% dari harga jual eceran (HJE) pada 2025, dari seharusnya 10,7%.
Ketentuan itu sebagaimana termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Tahun 2025 tentang Ketentuan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak dan Besaran Tertentu Pajak Pertambahan Nilai yang diundangkan, Selasa (4/2/2025).
“PPN atas penyerahan Hasil Tembakau terutang berdasarkan pembulatan dihitung sebesar 9,9% dikali HJE hasil tembakau,” sebagaimana dikutip melalui beleid tersebut, dikutip Senin (10/2/2025).
Dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain untuk hasil tembakau dihitung dengan formula: (11/12) x 100/(100+(11/12) x t) x HJE hasil tembakau. Dalam formula ini, t adalah angka pada tarif PPN.
Sekadar catatan, tarif PPN atas penyerahan hasil tembakau seharusnya naik menjadi 10,7% dari HJE mulai tahun ini, sebagaimana termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau.

Meski berlaku mulai 4 Februari 2025, PPN atas Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang dilakukan sejak 1 Januari 2025 sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, berlaku ketentuan dalam PMK 11/2025 ini. Dengan kata lain, PMK 11/2025 berlaku surut.
Sebagai gambaran, pada 11 Maret 2025, PT GHI yang merupakan pengusaha kena pajak produsen hasil tembakau melakukan pemesanan pita cukai hasil tembakau atas hasil produksinya berupa Sigaret Kretek Mesin golongan II dengan merek Sigaret JKL sebanyak 1.000.000 bungkus.
Setiap bungkus Sigaret JKL berisi 16 batang Sigaret Kretek Mesin golongan II. Harga jual eceran Sigaret Kretek Mesin golongan II ditetapkan sebesar Rp1.485,00 per batang.
Berdasarkan data tersebut, penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yaitu sebagai berikut :
A. Total harga jual eceran sebesar Rp23,76 miliar (1.000.000 x 16 x Rp1.485,00).
B. Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp2,35 miliar (9,9% x Rp23,76 miliar).
Sumber : Bloomberg Technoz